Center for Prehistory and Austronesian Studies (CPAS Indonesia) mengambil peran penting dalam pembentukan Austronesians and Maritime Civilisations Committee (AMCC) di bawah Asian Cultural Heritage Alliance (ACHA). Komite khusus yang berfokus pada warisan budaya rumpun Austronesia dan peradaban maritim ini menggelar First Members’ Meeting and Academic Exchange di Pingtan, Provinsi Fujian, pada 29 November–2 Desember 2025.
AMCC pertama kali diumumkan secara resmi dalam Second General Assembly ACHA yang berlangsung di Chongqing pada 27 November 2025. Sidang tersebut menandai babak baru kerja sama lintas-negara dalam perlindungan warisan budaya Asia dan mengesahkan pembentukan dua komite baru, termasuk AMCC.
Seusai pertemuan di Chongqing, para anggota dan undangan bergerak ke Pingtan untuk melaksanakan rapat perdana sekaligus rangkaian pertukaran akademik tentang asal-usul dan penyebaran masyarakat berbahasa Austronesia.
Dalam pertemuan di Pingtan, CPAS Indonesia yang diwakili oleh Prof. Dr. Truman Simanjuntak dipercaya sebagai salah satu vice committee AMCC. Penunjukan ini sekaligus mengukuhkan posisi CPAS sebagai pusat kajian prasejarah dan Austronesia yang aktif menghubungkan Indonesia dengan jejaring riset internasional. Pada sesi pembukaan, Prof. Truman menyampaikan pidato lima menit berjudul “Strengthening Collaboration for Austronesian and Maritime Heritage” yang menekankan pentingnya kolaborasi jangka panjang, riset interdisipliner, serta pendekatan yang berpusat pada komunitas pesisir sebagai pemangku kepentingan utama warisan maritim.
Dalam sesi academic exchange selama sekitar 20 menit, Prof. Truman memaparkan profil CPAS sejak berdiri pada 2007, berbagai penelitian lapangan jangka panjang di Indonesia, serta kontribusinya bagi pemahaman penyebaran awal penutur Austronesia. Presentasi tersebut menyoroti situs-situs kunci di Sulawesi, Maluku, dan kawasan lain di Nusantara, termasuk temuan gerabah berlapis merah (red-slipped pottery), peralatan batu dan tulang, serta data penanggalan radiokarbon yang menjadi dasar rekonstruksi jalur migrasi dan jaringan maritim awal di Asia Tenggara.
Sidang juga menetapkan struktur kepengurusan AMCC. Hiria Ottino, yang saat ini menjabat sebagai Presiden Pacific China Friendship Association (PCFA), terpilih sebagai Secretary General AMCC. CPAS Indonesia, sebagai salah satu vice committee, akan bekerja bersama Sekretaris Jenderal dan anggota lain untuk merancang program riset, pelatihan, dan diseminasi publik di bidang warisan Austronesia dan peradaban maritim.
Komite AMCC dibentuk dari lembaga-lembaga anggota yang tercantum dalam Participant List pertemuan perdana, yang terdiri atas entitas luar negeri dan lembaga Tiongkok. Dari luar negeri, anggota komite meliputi:
• Center for Prehistory and Austronesian Studies (CPAS Indonesia);
• Fiji Museum;
• Museum of Samoa;
• National Archives, Culture & Historic Preservation of the Federated States of Micronesia;
• Pacific-China Friendship Association;
• Tahitian Historical Society (THS);
• Waipareira Trust dari Aotearoa/Selandia Baru;
• Tonga National Museum; dan
• Solomon Islands National Museum.
Sementara itu, lembaga-lembaga dari Tiongkok yang menjadi anggota AMCC adalah:
• International Institute of Austronesian Research of Pingtan Comprehensive Pilot Zone;
• National Centre for Archaeology;
• Institute of Archaeology, Chinese Academy of Social Sciences;
• Institute of Vertebrate Paleontology and Paleoanthropology, Chinese Academy of Sciences;
• School of Archaeology and Museology, Peking University;
• Fujian Museum;
• Fujian Provincial Institute of Archaeology; dan
• School of History and Cultural Heritage, Xiamen University.
Pingtan sendiri dipilih sebagai tuan rumah karena menjadi salah satu kawasan kunci penelitian asal-usul dan penyebaran rumpun Austronesia. Kelompok Situs Prasejarah Keqiutou di Pingtan baru-baru ini diakui sebagai salah satu penemuan arkeologi terpenting di Tiongkok dan telah masuk dalam daftar sementara Warisan Dunia sebagai situs bertema Austronesia, lengkap dengan museum khusus yang dibuka pada 2024 untuk memamerkan temuan arkeologi terkait komunitas Austronesia awal.
Di sela-sela sidang dan sesi akademik, para peserta mengikuti program kunjungan lapangan yang padat. Pada pagi hari, rombongan terlebih dahulu mengunjungi Cross-Strait Integration Intelligent Computing Center untuk melihat pengembangan teknologi komputasi cerdas dan pemanfaatannya bagi dokumentasi serta visualisasi situs budaya. Kunjungan kemudian berlanjut ke China Underwater Archaeology Pingtan Exhibition & Experience Hall, di mana peserta dapat menyaksikan secara langsung rekonstruksi kapal dan artefak bawah laut yang berkaitan dengan jaringan pelayaran kuno di kawasan ini. Masih di hari yang sama, rombongan juga singgah di kawasan wisata 68 Town, yang menampilkan penataan ruang kota pesisir dan pemanfaatan warisan maritim sebagai basis pengembangan pariwisata budaya.
Sore harinya, peserta bergerak menuju Pingtan International Austronesian Ethnology Research Base, di mana mereka mendapatkan penjelasan mengenai riset etnologi dan arkeologi yang sedang berjalan terkait komunitas-komunitas Austronesia di sekitar Pingtan dan kepulauan sekitarnya. Rangkaian kunjungan ditutup dengan menikmati lanskap pesisir di Northern Ecological Corridor F2 Viewing Platform, yang menegaskan kaitan erat antara warisan budaya, lingkungan pesisir, dan perubahan iklim masa kini. Sejumlah kegiatan lapangan ini juga sejalan dengan agenda resmi konferensi yang menempatkan kunjungan ke basis riset Austronesia, Museum Situs Keqiutou, dan ruang pamer arkeologi bawah laut sebagai bagian dari paket pengalaman ilmiah di Pingtan.
Bagi CPAS Indonesia, keikutsertaan dalam pertemuan perdana AMCC dan mandat sebagai salah satu vice committee menjadi pengakuan atas kontribusi panjang para peneliti Indonesia dalam studi prasejarah dan Austronesia. Dalam pidato penutupnya, Prof. Truman menegaskan kesiapan CPAS untuk memperluas kerja sama konkret melalui penelitian lapangan bersama, studi komparatif, pelatihan generasi muda peneliti, hingga program edukasi publik dan pameran bersama. Sejalan dengan semangat tersebut, CPAS akan terus menjalin komunikasi dengan sesama anggota AMCC untuk merancang langkah-langkah kolaboratif yang dapat memperkuat perlindungan warisan Austronesia dan maritim—baik di Indonesia maupun di kawasan Asia-Pasifik yang lebih luas. (Devi)

.jpeg)

Posting Komentar